EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN PERIKANAN
EVALUASI PROGRAM PENYULUHAN PERIKANAN
Blog ini disusun untuk memenuhi matakuliah Penyuluhan & komunikasi Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Prodi Perikanan Universitas Padjadjaran , dan disusun oleh :
230110150004 → Gilang Primanagita R230110150006 → Juju Qhomariyah
230110150008 → Selvia Stefani
230110150019 → Muhammad Fadhal IIqbal
230110150021 → Farah Syifa R
230110150021 → Farah Syifa R
( foto anggota kelompok 9)
EVALUASI
PENYULUHAN PERIKANAN
Undang-undang
No. 16/2006 yang berisi mengenai kebijakan dan strategi penyuluhan perikanan
perlu senantiasa dikembangkan sehingga menjadi sebuah sistem yang adaptif,
inovatif, dan teruji. Penyuluh perikanan dalam hal ini berperan penting sebagai
agent of change yang dapat menyokong kinerja sistem penyuluhan tersebut. Selain
itu, prinsip mengutamakan kebutuhan pelaku utama harus tetap menjadi paradigma
dominan dalam penyelenggaraan sistem penyuluhan tersebut. Implikasinya, ketika
profesi penyuluh perikanan telah secara formal dilegitimasi oleh pemerintah,
maka kompetensi penyuluh menjadi penting untuk senantiasa dikembangkan sesuai
perubahan yang terjadi.
Penyuluh
dalam sistem penyuluhan perikanan, merupakan unsur pelaksana, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, diperlukan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang dapat menjamin SDM Penyuluh memiliki
kualifikasi kompetensi kerja yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan
tersebut dengan baik dan benar, seperti dikemukakan dalam Undangundang No.
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah No. 31/2006
tentang Sislatkernas, menyebutkan bahwa standar kompetensi menjadi acuan dalam
mengembangkan program pelatihan berbasis kompetensi. Untuk mengukur kompetensi
lulusan program pendidikan dan latihan, dilakukan sertifikasi kompetensi
melalui uji kompetensi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang independen.
Keberhasilan penyuluh perikanan
dalam menghantar pembudidaya perikanan, nelayan, pengolah dan pemasar hasil
perikanan untuk meningkatkan efisiensi usahanya, mengembangkan kelompok dan
organisasi sosial ekonomi, menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan
akan berbanding lurus dengan kinerja, dan pencapaian tujuan pembangunan
perikanan itu sendiri. Prinsip penyuluhan ini dasarnya menerapkan pendekatan
yang serupa dengan yang dipegang oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP)
RI yaitu pro-job, progrowth, dan pro-poor.
Tantangan
yang dihadapi sektor kelautan dan perikanan sangatlah kompleks, baik pada sub
sektor budidaya, penangkapan, pengembangan masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil, pun pada sub sektor pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Kondisi
sumber daya alam yang berobah dengan drastis, diantaranya sebagai efek
perubahan iklim, dan ditambah lagi dengan perilaku eksploitatif yang cenderung
deskruktif dalam memanfaatkan potensi pesisir, laut, dan pulaupulau kecil. Hal
ini telah mempersulit kehidupan rumah tangga pembudidaya, nelayan, dan pelaku
utama lainnya. Oleh karenanya, penyuluhan perikanan harus mampu berperan
sebagai sebuah sistem yang menjamin keharmonisan keterkaitan antar tiga sub
sistem berikut, yaitu ekosistem alam humanistik, dan manajemen sistem (Charles
2001).
Pembangunan perikanan hanya akan
berhasil dengan disusunnya perencanaan program yang matang. Salah satu misi
pembangunan perikanan yakni pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan nelayan.
Perencanaan program penyuluhan tersebut hanya akan berhasil mencapai tujuan,
jika dalam pelaksanaannya berhasil melibatkan partisipasi segenap pihak terkait
seperti pemuka masyarakat, petani-nelayan, dukungan pemerintah lokal dan
penyuluh sendiri. Hal ini berarti, program penyuluhan perikanan tersebut harus
didasarkan pada kondisi setempat, kebutuhan masyarakat dan secara nyata dapat
diimplemantaslkan untuk mencapal tujuan yakni petani-nelayan yang mandiri dari segi
sosial ekonominya. Dalam keglatan usaha perikanan, terilbat tiga unsur utama
yaitu komoditas perikanan, lingkungan dan manusia sebagai pengelolanya. Upaya
meningkatkan pendapatan rumah tangga nelayan dapat dilakukan melalul perbaikan
pengelolaan proses produksi dan pasca panen perikanan tangkap maupun budidaya,
penerapan teknologl yang tepat, memperbaiki keadaan lingkungan, serta sangat
penting untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan sumber daya manusianya.
Menyadari bahwa perencanaan yang disusun dengan cermat merupakan fondasi yang
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan penyuluhan, maka periu adanya upaya strategis
penyusunan program penyuluhan perikanan serta harus adanya evaluasi penyuluhan
guna program penyuluhan perikanan tersebut berjalan dengan baik.
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi,
efisiensi, efektivitas, dan dampak kegiatan-kegiatan proyek/program sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Setiap program
kegiatan yang direncanakan seharusnya diakhiri dengan evaluasi dan dimulai
dengan hasil evaluasi kegiatan sebelumnya. Evaluasi yang dilakukan dimaksudkan
untuk melihat kembali apakah suatu program atau kegiatan telah dapat
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang diharapkan.
Adapun lima ciri dalam evaluasi
adalah sebagai berikut :
a. kualitas :
apakah program baik atau tidak baik, kualitas isi program, kegiatan
pendidik, media yang digunakan, penampilan pelaksana program,
b. kesesuaian :
pemenuhan kebutuhan dan harapan masyarakat. Program tidak menyulitkan atau
membebani masyarakat, sesuai dengan tingkat teknis, sosial dan ekonomis masyarakat,
c. keefektifan : seberapa jauh tujuan tercapai,
d. efisiensi : penggunaan sumber daya dengan baik, dan
e. kegunaan : kegunaan bagi masyarakat yang ikut terlibat dalam program.
Salah
satu cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan dapat
dilakukan dengan cara penyebaran
kuesioner sebelum kegiatan penyuluhan
dilaksanakan dan penyebaran kuisioner
setelah kegiatan penyuluhan dilaksanakan.
Sumber
:
Amanah, siti. 2008. Konsep Sistem
Penyuluhan Perikanan Dalam Mengantisipasi Era Perubahan. Jurnal Penyuluhan issn:
1858-2664 September 2008, Vol. 4 No.2
Charles.2011 dalam Amanah,S.
2003. Perencanaan
Penyuluhan Perikanan di Desa Anturan, Buleleng,Bali. Buletin
Ekonomi Perikanan. Vol 5. No 1.
DAFTAR
PERTANYAAN RENCANA KEGIATAN
PENYULUHAN
PEMBENIHAN IKAN PATIN
A.
IDENTITAS RESPONDEN
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
B.
KUESIONER
Mohon diisi dengan memberikan
checklist (√) pada jawaban yang sesuai dengan anda.
Keterangan :
S =
Setuju
TS =
Tidak Setuju
No
|
Pernyataan
|
Jawaban
|
|
S
|
TS
|
||
1.
|
Anda
mengetahui teknik pembenihan ikan patin.
|
||
2.
|
Ikan Patin
merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi
di Indonesia.
|
||
3.
|
Teknologi
pembenihan ikan patin umumnya menggunakan pemijahan buatan.
|
||
4.
|
lokasi yang cocok untuk kegiatan
budidaya ikan patin yaitu perairan yang berarus deras.
|
||
5.
|
Suhu yang baik
untuk penetasan telur ikan patin berkisar antara 25-30 0C.
|
||
6.
|
pH yang sesuai
untuk kegiatan pembenihan ikan patin adalah 3-5.
|
||
7.
|
Pemilihan
induk ikan patin untuk dipijahkan adalah induk yang berkualitas baik.
|
||
8.
|
Ciri-ciri ikan
patin yang siap memijah tidak dapat dilihat dari morfologinya.
|
||
9.
|
Induk betina
yang siap dipijahkan biasanya berumur 3 tahun.
|
||
10.
|
Induk jantan yang
siap dipijahkan salah satu cirinya yaitu papila membengkak dan berwarna merah
tua.
|
||
11.
|
Bentuk kolam penetasan pada
dasarnya sama dengan kolam pemijahan dan seringkali kolam pemijahan juga
digunakan untuk penetasan telur.
|
||
12.
|
Penetasan telur ikan patin
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
|
||
13.
|
kakaban diperlukan
untuk tempat penempelan telur ikan patin.
|
||
14.
|
Penetasan telur ikan
umumnya berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih rendah.
|
||
15.
|
suhu yang lebih
rendah akan memengaruhi proses metabolisme berjalan lebih cepat sehingga
perkembangan embrio akan lebih cepat.
|
||
16.
|
Perubahan suhu yang
mendadak dapat mengakibatkan kematian embrio dan kegagalan penetasan pada
telur ikan patin.
|
||
17.
|
Waktu
penetasan telur ikan patin menjadi larva biasanya berlangsung selama 20 - 26
jam setelah pembuahan.
|
||
18.
|
suhu air dan
suhu udara di lingkungan dapat menyebabkan penetasan telur ikan memiliki
rentang waktu yang berbeda-beda.
|
||
19.
|
Pergantian air
dilakukan setelah larva ikan patin berumur 4 hari.
|
||
20.
|
Pakan artemia
diberikan ketika larva berumur 30 jam – 7 hari.
|
Assalamualaikum saya firman alfauzi npm 230110150067 mau bertanya evaluasi apa sih yang harus diperbaiki atau yang sering muncul dalam penyuluhan perikanan pada saat ini? Terimakasih
BalasHapusENTAHLAH..
BalasHapus